Senin, 05 Februari 2018 0 komentar

Bahasa dan Sastra

Di universitasku Bahasa Indonesia merupakan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), sehingga semua jurusan pasti memprogramnya. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan media dalam menyampaikan ilmu yang lainnya. Felix Y. Siauw juga melihat peranan penting bahasa tersebut sehingga dalam buku yang yang ditulisnya, Muhammad Al-Fatih 1453 ia tidak hanya menuturkan secara panjang dan detail proses penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II, tetapi juga membahas tentang bahasa dan sastra. Selain karena pentingnya memelajari bahasa juga dikarenakan bahasa merupakan salah satu bidang keilmuan yang disukai Sultan Mehmed. Saya juga termasuk orang yang menyukai bahasa dan sastra, sehingga tertarik mengutip tulisan Felix Y. Siauw tersebut. Berikut ini saya sajikan kutipannya:

Bahasa dan Sastra

Sesungguhnya bahasa adalah induk seluruh disiplin ilmu karena tidak mungkin pengetahuan dan ilmu bisa eksis tanpa adanya bahasa. Kita bisa melihat bahwa suatu peradaban dinilai dari bahasanya, semakin kompleks tingkat bahasanya maka semakin beradab manusianya. Peradaban tidak lain adalah kumpulan pemahaman atas kehidupan. Pemahaman sendiri dilahirkan dari proses berpikir, sedangkan berpikir tidak dimungkinkan tanpa informasi yang notabene memerlukan bahasa. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila kita mengatakan bahwa bahasa adalah induk dari segala pengetahuan dan ilmu lainnya.
Akses kepada pengetahuan dan ilmu, menyimpannya, mengelola dan mengembangkannya, serta menyebarkannya mutlak melalui bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak mungkin untuk mendapatkan ilmu tanpa bahasa, menyimpannya, mengembangkannya, dan mengelolanya tanpa bahasa, ataupun memberikannya kepada orang lain tanpa bahasa.
Bahasa adalah seni untuk menyampaikan pemikiran dan perasaan kita dalam memengaruhi pikiran dan perasaan orang lain. Apabila kita tidak mampu mentransformasi pemikiran dan perasaan kita dalam kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti oleh lawan bicara kita, bisa dipastikan dia tidak akan terpengaruh oleh pemikiran dan perasaan kita.
Lelucon Arab hanya bisa dimengerti oleh orang yang memiliki pemahaman bahasa Arab, lelucon berbahasa Inggris juga hanya bisa dipahami oleh orang yang memahami bahasa inggris dan seterusnya. Inilah pentingnya citarasa dalam bahasa. Bisa kita bayangkan, bahwa pengandaian di atas baru terkait masalah lelucon, apalagi dalam bidang pengetahuan dan keilmuan, atau agama, tentu pengaruhnya lebih besar.
Dalam Islam, Alquran diturunkan Allah dalam bahasa Arab agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya karena itulah ulama-ulama besar banyak yang mewajibkan penguasaan bahasa Arab agar agama dapat dipelajari secara maksimal…
Tradisi memelajari bahasa secara umum dan bahasa Arab secara khusus dan mendalam sesungguhnya adalah kebiasaan para Khalifah dan Sultan kaum Muslim dan merupakan kebiasaan orang-orang Arab untuk menilai seseorang dari kebaikan tutur katanya…
…….

Kesukaan Sultan Mehmed pada sastra dan sya’ir juga membawanya pada ketajaman dan kecerdasan berpikir. Sudah menjadi mahfum umum bahwa kaum Arab mengajari  anak-anaknya berpikir dengan menggunakan sya’ir dan tamsil, begitupun dengan kaum Cina yang menjadikan sya’ir sebagai medium pembelajaran untuk anak-anak mereka. Dengan sya’ir, seseorang akan diarahkan untuk selalu menggunakan akal karena intepretasi atas teks sya’ir dan gaya bahasa menuntut pemikiran dan perenungan yang mendalam, atau melatih akal terus menerus sehingga melahirkan ketajaman dalam berpikir dan kecerdasan…

 
;