Di universitasku Bahasa Indonesia merupakan
Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), sehingga semua jurusan pasti memprogramnya. Hal ini
dikarenakan bahasa merupakan media dalam menyampaikan ilmu yang lainnya.
Felix
Y. Siauw juga melihat peranan penting bahasa tersebut sehingga dalam buku yang
yang ditulisnya, Muhammad Al-Fatih 1453 ia
tidak hanya menuturkan secara panjang dan detail proses penaklukan Konstantinopel
oleh Sultan Mehmed II, tetapi juga membahas tentang bahasa dan sastra. Selain karena
pentingnya memelajari bahasa juga dikarenakan bahasa merupakan salah satu
bidang keilmuan yang disukai Sultan Mehmed. Saya juga termasuk orang yang
menyukai bahasa dan sastra, sehingga tertarik mengutip tulisan Felix Y. Siauw
tersebut. Berikut ini saya sajikan kutipannya:
Bahasa dan Sastra
Sesungguhnya bahasa adalah induk seluruh disiplin ilmu
karena tidak mungkin pengetahuan dan ilmu bisa eksis tanpa adanya bahasa. Kita
bisa melihat bahwa suatu peradaban dinilai dari bahasanya, semakin kompleks
tingkat bahasanya maka semakin beradab manusianya. Peradaban tidak lain adalah
kumpulan pemahaman atas kehidupan. Pemahaman sendiri dilahirkan dari proses berpikir,
sedangkan berpikir tidak dimungkinkan tanpa informasi yang notabene memerlukan
bahasa. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila kita mengatakan bahwa bahasa
adalah induk dari segala pengetahuan dan ilmu lainnya.
Akses kepada pengetahuan dan ilmu, menyimpannya, mengelola
dan mengembangkannya, serta menyebarkannya mutlak melalui bahasa. Dengan kata
lain, seseorang tidak mungkin untuk mendapatkan ilmu tanpa bahasa, menyimpannya,
mengembangkannya, dan mengelolanya tanpa bahasa, ataupun memberikannya kepada
orang lain tanpa bahasa.
Bahasa adalah seni untuk menyampaikan pemikiran dan perasaan
kita dalam memengaruhi pikiran dan perasaan orang lain. Apabila kita tidak mampu
mentransformasi pemikiran dan perasaan kita dalam kata-kata yang bisa dipahami
dan dimengerti oleh lawan bicara kita, bisa dipastikan dia tidak akan terpengaruh
oleh pemikiran dan perasaan kita.
Lelucon Arab hanya bisa dimengerti oleh orang yang memiliki pemahaman
bahasa Arab, lelucon berbahasa Inggris juga hanya bisa dipahami oleh orang yang
memahami bahasa inggris dan seterusnya. Inilah pentingnya citarasa dalam
bahasa. Bisa kita bayangkan, bahwa pengandaian di atas baru terkait masalah
lelucon, apalagi dalam bidang pengetahuan dan keilmuan, atau agama, tentu pengaruhnya
lebih besar.
Dalam Islam, Alquran diturunkan Allah dalam bahasa Arab agar
manusia bisa mengambil pelajaran darinya karena itulah ulama-ulama besar banyak
yang mewajibkan penguasaan bahasa Arab agar agama dapat dipelajari secara
maksimal…
Tradisi memelajari bahasa secara umum dan bahasa Arab secara
khusus dan mendalam sesungguhnya adalah kebiasaan para Khalifah dan Sultan kaum
Muslim dan merupakan kebiasaan orang-orang Arab untuk menilai seseorang dari
kebaikan tutur katanya…
…….
Kesukaan Sultan Mehmed pada sastra dan sya’ir juga
membawanya pada ketajaman dan kecerdasan berpikir. Sudah menjadi mahfum umum bahwa kaum Arab
mengajari anak-anaknya berpikir dengan
menggunakan sya’ir dan tamsil, begitupun dengan kaum Cina yang menjadikan
sya’ir sebagai medium pembelajaran untuk anak-anak mereka. Dengan sya’ir,
seseorang akan diarahkan untuk selalu menggunakan akal karena intepretasi atas
teks sya’ir dan gaya bahasa menuntut pemikiran dan perenungan yang mendalam,
atau melatih akal terus menerus sehingga melahirkan ketajaman dalam berpikir
dan kecerdasan…